assalamu'alaykum
wuih dah lama juga ga di-apdet, oke kali ini apdet kecil-kecilan aja lah, ripos artikel bagus dari orang, dengan perubahan dan penambahan seperlunya, met baca!
Berhenti di sebuah persinggahan aku tahu pertama kali yang harus kulakukan adalah mempersiapkan perbekalanku untuk melanjutkan perjalanan. Kota tujuanku masih jauh, dan berhenti di sebuah persinggahan bukan berarti aku akan menetap di desa persinggahan ini walaupun sebenarnya aku sangat berhasrat untuk itu. Karena mungkin nantinya, di luar kekuasaanku, suatu saat aku akan pergi meninggalkannya suka atau tidak suka.
Desa kecil tempat persinggahanku ini benar-benar sebuah tempat yang nyaman. Desa ini begitu subur, makmur, penduduknya ramah, dan makanannya enak dan lezat. Wanitanya? Wuih, cantik-cantik! Dan entah mengapa di desa ini keberuntunganku begitu besar, setiap kali aku berniaga di pasar, keuntungan yang kuperoleh berlipat ganda. Yah, walau pernah sekali-sekali merugi, tapi kerugian yang aku derita ini tidaklah mampu membuatku jera bahkan berputus asa. Justru kerugian atau sebut saja kegagalan tersebut semakin membuat semangatku menggila untuk terus mencoba dan mencoba lagi.
Aku sangat terkesan dengan desa ini. Hampir saja aku memutuskan untuk menetap dan menikmati segala keindahan yang seakan takkan pernah habis. Hampir saja aku melupakan tujuanku, melupakan kota yang menjadi tujuanku semula. Melupakan perjalanan yang telah kutempuh sebelum aku sampai di tempat persinggahan ini. Bahkan aku hampir melupakan bahwa desa ini hanyalah sebuah persinggahan. Sempat aku mengira desa inilah yang menjadi tujuanku, sebab segalanya tampak begitu indah, mempesona, penuh semangat, begitu hidup, dan.. ah entah kata-kata apa lagi yang dapat menggambarkan betapa indahnya hidup di desa ini. Sampai-sampai impianku tentang kota tujuan sedikit demi sedikit menjadi kabur.
Aku tak tahu lagi seperti apa gambaran kota tujuanku itu. Hanya satu kata yang tersisa dalam benakku tentang kota itu, indah. Tapi ternyata aku sudah menemukan keindahan itu di desa kecil ini. Apakah sebenarnya desa ini adalah kota yang kutuju itu? Karena kulihat banyak sekali orang yang berlalu lalang disini, penduduknya pun sangat banyak. Ya.. mungkin inilah kota tujuanku, begitu aku sempat berpikir.
Tapi setelah sekian lama ada sesuatu yang aneh dan mengganjal dalam benakku. Aku mulai mempertanyakan kembali, benarkah tempat ini merupakan tujuanku? Kebimbangan itu muncul karena setiap hari aku melihat beberapa penduduk desa, diantaranya teman-temanku dijemput oleh berbagai macam kereta kuda.
Aku melihat ada orang yang dijemput dengan menggunakan kereta kencana, kereta itu begitu menakjubkan.. disana-sini terdapat hiasan bertahtakan emas permata. Kuda-kudanya pun bagus dan sehat. Pengawal kereta kencananya pun gagah. Dan harum semerbak menyebar saat kereta kencana itu berlalu di hadapanku. Menakjubkan!
Aku pun pernah menyaksikan ada orang yang dijemput oleh kereta kuda yang buruk sekali. Taksiranku, kalau saja kereta itu dijual, pasti tidak akan ada yang membelinya. Gratis pun masih membuat orang berpikir lama untuk menerimanya. Kuda-kudanya kurus kering dan pesakitan, tiap beberapa langkah kuda-kuda itu terjatuh, diam sejenak, melangkah lagi kemudian terjatuh lagi, begitu seterusnya.
Keretanya pun tak kalah buruknya. Belum lagi pengawal yang kasar dan bengis memaksa orang tersebut untuk masuk ke dalam kereta. Aku lihat orang yang dipaksa masuk itu begitu ketakutan. Dia berusaha menolak. Tapi pengawal yang bertubuh besar dan berwajah tidak menyenangkan tersebut menyeretnya tanpa perasaan. Dan ketika kereta dengan kuda pesakitan itu berlalu di hadapanku, tercium bau busuk yang menyengat. Sungguh menyedihkan nasib orang yang dijemput dengan kereta kuda seperti itu.
Aku berpikir dan bertanya-tanya lagi, mengapa setiap hari berbagai macam kereta kuda itu datang dan pergi, membawa penduduk desa bersamanya? Dan mengapa ada yang dengan sukarela naik ke dalam kereta penjemput, dan ada yang berusaha menolak jemputan itu? Walaupun sepanjang yang kuketahui belum pernah ada yang berhasil menolaknya.
Akhirnya aku sampai pada kesimpulan yang mengubah pikiran dan jalan hidupku. Kereta-kereta kuda itu merupakan hasil perbekalan orang yang menaikinya. Kumantapkan kembali hati dan langkahku, bahwa semua ini hanyalah sekedar persinggahan. Tujuanku masih teramat jauh. Bila aku tidak memanfaatkan waktuku saat ini untuk mempersiapkan perbekalan, bisa-bisa di tengah perjalanan nanti aku akan kehabisan bekal, dan belum tentu aku beruntung menemukan tempat persinggahan lagi nanti. Kalau tidak? Aku akan mati kelaparan, kehausan, kedinginan, atau mati dimangsa hewan yang sama laparnya denganku.
Kini aku yakin bahwa tempat ini, desa ini, hanyalah sebuah persinggahan, bukan tujuan. Dan di tempat inilah aku harus berusaha mempersiapkan bekalku untuk perjalanan selanjutnya, menuju kota tujuanku semula. Aku harus cepat-cepat mempersiapkan perbekalanku, mengoptimalkan waktuku yang tersisa, dan menebus waktuku yang sudah terbuang sia-sia karena menganggap kehidupan di desa ini adalah sebuah tujuan. Aku yakin bahwa pada suatu saat nanti, pasti akan datang kereta kuda yang bertugas menjemputku. Dan aku tak tahu seperti apa kereta kuda yang bertugas menjemputku. Dan juga, aku tak tahu kapan kereta kuda itu menjemputku. Mungkin besok, mungkin hari ini, atau mungkin sedetik lagi, yang pasti, tidak akan lama lagi..
wassalamu'alaykum
wuih dah lama juga ga di-apdet, oke kali ini apdet kecil-kecilan aja lah, ripos artikel bagus dari orang, dengan perubahan dan penambahan seperlunya, met baca!
Berhenti di sebuah persinggahan aku tahu pertama kali yang harus kulakukan adalah mempersiapkan perbekalanku untuk melanjutkan perjalanan. Kota tujuanku masih jauh, dan berhenti di sebuah persinggahan bukan berarti aku akan menetap di desa persinggahan ini walaupun sebenarnya aku sangat berhasrat untuk itu. Karena mungkin nantinya, di luar kekuasaanku, suatu saat aku akan pergi meninggalkannya suka atau tidak suka.
Desa kecil tempat persinggahanku ini benar-benar sebuah tempat yang nyaman. Desa ini begitu subur, makmur, penduduknya ramah, dan makanannya enak dan lezat. Wanitanya? Wuih, cantik-cantik! Dan entah mengapa di desa ini keberuntunganku begitu besar, setiap kali aku berniaga di pasar, keuntungan yang kuperoleh berlipat ganda. Yah, walau pernah sekali-sekali merugi, tapi kerugian yang aku derita ini tidaklah mampu membuatku jera bahkan berputus asa. Justru kerugian atau sebut saja kegagalan tersebut semakin membuat semangatku menggila untuk terus mencoba dan mencoba lagi.
Aku sangat terkesan dengan desa ini. Hampir saja aku memutuskan untuk menetap dan menikmati segala keindahan yang seakan takkan pernah habis. Hampir saja aku melupakan tujuanku, melupakan kota yang menjadi tujuanku semula. Melupakan perjalanan yang telah kutempuh sebelum aku sampai di tempat persinggahan ini. Bahkan aku hampir melupakan bahwa desa ini hanyalah sebuah persinggahan. Sempat aku mengira desa inilah yang menjadi tujuanku, sebab segalanya tampak begitu indah, mempesona, penuh semangat, begitu hidup, dan.. ah entah kata-kata apa lagi yang dapat menggambarkan betapa indahnya hidup di desa ini. Sampai-sampai impianku tentang kota tujuan sedikit demi sedikit menjadi kabur.
Aku tak tahu lagi seperti apa gambaran kota tujuanku itu. Hanya satu kata yang tersisa dalam benakku tentang kota itu, indah. Tapi ternyata aku sudah menemukan keindahan itu di desa kecil ini. Apakah sebenarnya desa ini adalah kota yang kutuju itu? Karena kulihat banyak sekali orang yang berlalu lalang disini, penduduknya pun sangat banyak. Ya.. mungkin inilah kota tujuanku, begitu aku sempat berpikir.
Tapi setelah sekian lama ada sesuatu yang aneh dan mengganjal dalam benakku. Aku mulai mempertanyakan kembali, benarkah tempat ini merupakan tujuanku? Kebimbangan itu muncul karena setiap hari aku melihat beberapa penduduk desa, diantaranya teman-temanku dijemput oleh berbagai macam kereta kuda.
Aku melihat ada orang yang dijemput dengan menggunakan kereta kencana, kereta itu begitu menakjubkan.. disana-sini terdapat hiasan bertahtakan emas permata. Kuda-kudanya pun bagus dan sehat. Pengawal kereta kencananya pun gagah. Dan harum semerbak menyebar saat kereta kencana itu berlalu di hadapanku. Menakjubkan!
Aku pun pernah menyaksikan ada orang yang dijemput oleh kereta kuda yang buruk sekali. Taksiranku, kalau saja kereta itu dijual, pasti tidak akan ada yang membelinya. Gratis pun masih membuat orang berpikir lama untuk menerimanya. Kuda-kudanya kurus kering dan pesakitan, tiap beberapa langkah kuda-kuda itu terjatuh, diam sejenak, melangkah lagi kemudian terjatuh lagi, begitu seterusnya.
Keretanya pun tak kalah buruknya. Belum lagi pengawal yang kasar dan bengis memaksa orang tersebut untuk masuk ke dalam kereta. Aku lihat orang yang dipaksa masuk itu begitu ketakutan. Dia berusaha menolak. Tapi pengawal yang bertubuh besar dan berwajah tidak menyenangkan tersebut menyeretnya tanpa perasaan. Dan ketika kereta dengan kuda pesakitan itu berlalu di hadapanku, tercium bau busuk yang menyengat. Sungguh menyedihkan nasib orang yang dijemput dengan kereta kuda seperti itu.
Aku berpikir dan bertanya-tanya lagi, mengapa setiap hari berbagai macam kereta kuda itu datang dan pergi, membawa penduduk desa bersamanya? Dan mengapa ada yang dengan sukarela naik ke dalam kereta penjemput, dan ada yang berusaha menolak jemputan itu? Walaupun sepanjang yang kuketahui belum pernah ada yang berhasil menolaknya.
Akhirnya aku sampai pada kesimpulan yang mengubah pikiran dan jalan hidupku. Kereta-kereta kuda itu merupakan hasil perbekalan orang yang menaikinya. Kumantapkan kembali hati dan langkahku, bahwa semua ini hanyalah sekedar persinggahan. Tujuanku masih teramat jauh. Bila aku tidak memanfaatkan waktuku saat ini untuk mempersiapkan perbekalan, bisa-bisa di tengah perjalanan nanti aku akan kehabisan bekal, dan belum tentu aku beruntung menemukan tempat persinggahan lagi nanti. Kalau tidak? Aku akan mati kelaparan, kehausan, kedinginan, atau mati dimangsa hewan yang sama laparnya denganku.
Kini aku yakin bahwa tempat ini, desa ini, hanyalah sebuah persinggahan, bukan tujuan. Dan di tempat inilah aku harus berusaha mempersiapkan bekalku untuk perjalanan selanjutnya, menuju kota tujuanku semula. Aku harus cepat-cepat mempersiapkan perbekalanku, mengoptimalkan waktuku yang tersisa, dan menebus waktuku yang sudah terbuang sia-sia karena menganggap kehidupan di desa ini adalah sebuah tujuan. Aku yakin bahwa pada suatu saat nanti, pasti akan datang kereta kuda yang bertugas menjemputku. Dan aku tak tahu seperti apa kereta kuda yang bertugas menjemputku. Dan juga, aku tak tahu kapan kereta kuda itu menjemputku. Mungkin besok, mungkin hari ini, atau mungkin sedetik lagi, yang pasti, tidak akan lama lagi..
wassalamu'alaykum
hidup seperti roda pedati..
ReplyDelete